Menjelang 100 hari kerja pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, sorotan tajam diarahkan pada kinerja beberapa menteri Kabinet Merah Putih. Laporan dari Center of Economic and Law Studies (Celios) memaparkan lima menteri dengan performa terburuk berdasarkan hasil studi berbasis expert judgment.

Menurut laporan Celios, Menteri HAM Natalius Pigai menempati posisi paling bawah dengan skor minus 113 poin. Diikuti oleh Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi (-61 poin), Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (-41 poin), Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni (-36 poin), dan Menteri Desa Yandri Susanto (-28 poin).

Direktur Kebijakan Publik Celios, Wahyudi Askar, menegaskan hasil ini mengindikasikan perlunya penataan ulang kabinet, bahkan reshuffle. “Penilaian ini menjadi refleksi untuk memperbaiki kebijakan pemerintah,” jelas Wahyudi.

Celios melibatkan 95 jurnalis dari 44 lembaga pers kredibel dalam survei ini. Penilaian dilakukan dengan fokus pada analisis kebijakan, program kerja, dan hasil implementasi dari para menteri.

Kritik Keras terhadap Menteri HAM Natalius Pigai

Natalius Pigai menjadi sorotan utama karena dianggap gagal menunjukkan kinerja yang memadai di bidang Hak Asasi Manusia. Peneliti hukum Celios, Muhamad Saleh, mengungkapkan bahwa kebijakan Pigai, seperti rencana pembangunan rumah sakit dan laboratorium HAM, dianggap tidak substansial. Selain itu, Pigai kerap terlibat kontroversi, termasuk usulan anggaran Rp20 triliun yang dianggap tidak realistis.

“Lima masalah besar seperti wacana amnesti koruptor, multifungsi TNI, dan stagnasi kebebasan sipil menjadi alasan utama rendahnya penilaian di sektor HAM,” tambah Saleh.

Kritik juga datang dari Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, yang menilai langkah-langkah Pigai lebih bersifat ilusif dan kurang relevan dengan isu HAM yang mendesak.

Menteri Kehutanan dan Krisis Ekologi

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni juga menjadi sorotan karena gagal menangani krisis lingkungan. Deforestasi yang terus meningkat menjadi salah satu poin utama kritik terhadap kebijakannya. Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Celios, menyebut program alih fungsi lahan yang mengabaikan dampak ekologis sebagai bukti lemahnya perlindungan hutan di bawah kepemimpinan Raja Juli.

Pandangan Berbeda dari Survei Litbang Kompas

Berbeda dengan temuan Celios, survei Litbang Kompas justru menunjukkan tingkat kepuasan publik yang sangat tinggi terhadap kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran. Survei yang melibatkan 1.000 responden ini mencatat angka kepuasan mencapai 80,9 persen, jauh lebih baik dibandingkan akhir masa pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.

Responden memberikan penilaian tertinggi untuk bidang politik (85,8 persen), kesejahteraan sosial (83,7 persen), ekonomi (74,5 persen), dan penegakan hukum serta HAM (72,1 persen).

Opini Publik Terbagi, Apa Langkah Selanjutnya?

Meski kritik terhadap beberapa menteri cukup keras, data survei Litbang Kompas mencerminkan besarnya modal politik pemerintah di mata publik. Namun, dengan desakan reshuffle kabinet yang didukung oleh 88 persen responden survei Celios, keputusan Presiden Prabowo Subianto dalam beberapa bulan ke depan akan menjadi penentu arah pemerintahan.

Sebagai catatan, kritik dan pujian terhadap kinerja pemerintah harus dijadikan pijakan untuk memperbaiki kebijakan serta meningkatkan kualitas layanan publik, khususnya di sektor-sektor yang menjadi perhatian utama masyarakat.