Dalam langkah yang cukup mengejutkan, Gubernur Bali Wayan Koster mengusulkan program keluarga berencana (KB) empat anak bagi warga lokal di Bali. Tujuan utama dari program ini adalah untuk mendukung keberlanjutan budaya khas Bali yang terancam menipis jika jumlah penduduk lokal terus menurun. Pada Kongres Daerah XI IA ITB Pengda Bali yang digelar di Denpasar, Koster menekankan bahwa salah satu keunggulan utama Bali dibanding daerah lain adalah budayanya yang unik.

Bahaya Budaya Bali Menghilang

Koster mengungkapkan kekhawatirannya terkait potensi redupnya kebudayaan Bali jika penduduk lokal, khususnya yang mempraktikkan budaya Hindu Bali, semakin berkurang. "Tidak ada yang mebanjar, tidak ada yang ngelawar, tidak ada Purnama-Tilem, tidak ada odalan, Galungan, Kuningan, Ngaben, berbagai aktivitas budaya akan terancam," ujarnya, seperti yang dimuat oleh Antara.

Meskipun Bali selalu terbuka bagi pendatang yang ingin mencari kehidupan di pulau ini, Koster menyoroti pentingnya mempertahankan budaya lokal. "Di Bali bukan persoalan jumlah atau siapa yang datang ke Bali, tetapi siapa yang kita ajak untuk mengurus budaya," tegasnya lagi.

Insentif dan Kebijakan Pro-Budaya

Untuk mendukung usulan ini, Pemprov Bali sedang mempertimbangkan insentif bagi keluarga yang memiliki anak ketiga dan keempat, yang secara tradisional dikenal dengan nama Nyoman dan Ketut. Langkah tersebut adalah bagian dari usaha strategis pemerintah daerah untuk menjaga keberlanjutan budaya dan nyawa lokal Bali.

Baru-baru ini, Pemprov Bali juga membentuk tim kerja khusus guna mempercepat pembangunan di wilayah tersebut, di mana salah satu fokus utamanya adalah mendorong pertumbuhan penduduk lokal. Gubernur Koster menekankan urgensi dari program ini, "Saya sedang bekerja keras untuk memproteksi budaya Bali ini, kalau tidak bahaya; Bali ini keunggulannya cuma satu, cuma budaya. Kalau kebudayaan Bali ini tidak dijaga dengan baik, wilayahnya kecil, penduduknya sedikit, siapa yang akan mengurusnya ke depan?" tambahnya.