Banjir Berulang di Sekitar IKN: Tanda Kerusakan Ekosistem Lingkungan?
Senin, 23 Desember 2024 pukul 12.24 • Waktu baca 2 menit
Senin, 23 Desember 2024 pukul 12.24 • Waktu baca 2 menit
Banjir berulang di sekitar IKN Nusantara menjadi bukti nyata rusaknya ekosistem lingkungan akibat pembangunan yang kurang terukur. Bagaimana ini memengaruhi masyarakat dan ekosistem setempat? (Foto: Humas BNPB RI)
Banjir berulang mulai menjadi momok bagi warga di sekitar proyek Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Pada akhir November lalu, banjir memaksa penduduk mengungsi dan bahkan merendam rumah panggung yang biasanya aman dari genangan air. Memasuki musim hujan, warga yang tinggal di tepian Sungai Sepaku kini hidup dalam ketidakpastian dan kekhawatiran akan banjir yang sewaktu-waktu bisa datang.
Menurut Arie Rompas dari Greenpeace Indonesia, pembangunan IKN dilakukan tanpa analisis dampak lingkungan dan sosial yang memadai. Ia menyoroti kurangnya konsultasi publik dan kredibilitas dokumen lingkungan. Faktor utama penyebab banjir adalah hilangnya hutan yang berfungsi sebagai penyangga dan daerah resapan air.
Eko Teguh Paripurno, pakar kebencanaan geologi dari UPN Veteran Yogyakarta, menegaskan bahwa tanpa upaya mitigasi serius, bencana akan terus berulang. Banjir terjadi karena perubahan ekosistem yang meningkatkan kepekaan kawasan terhadap curah hujan.
Seni Susiyanti, seorang ibu tunggal dengan tiga anak, menceritakan pengalaman pahitnya saat rumah panggungnya terendam air. Ia terpaksa mengungsi ke rumah keluarganya demi keselamatan anak-anaknya. Banjir yang terjadi pada akhir November bahkan membawa predator seperti buaya dan ular, menambah ketakutan warga.
Hutan dan sungai yang dulu menjadi sumber penghidupan kini tak lagi dapat dimanfaatkan akibat proyek pembangunan, seperti normalisasi Sungai Sepaku untuk kepentingan Intake Sepaku. Kondisi ini memicu protes warga terhadap pemerintah yang dinilai tidak memberikan solusi atas dampak negatif pembangunan.
Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengklaim bahwa pembangunan IKN memperhatikan pengelolaan lingkungan yang adaptif. Namun, pernyataan ini diragukan oleh aktivis dan warga. Arie Rompas menyebut pembangunan yang serampangan sebagai penyebab utama meningkatnya risiko banjir dan konflik antara manusia dengan satwa liar.
Ketua AMAN Kalimantan Timur, Saiduani Nyuk, mendesak pemerintah untuk bertanggung jawab atas kerugian yang dialami masyarakat adat. Ia menekankan perlunya mitigasi bencana yang komprehensif dan perlindungan terhadap hak hidup aman bagi masyarakat.
Editor for Xnaskah